INSTALASI PENANGKAL PETIR
Bangunan
bertingkat à bahaya sambaran petir à Penangkal petir
Penangkal
petir : dipasang pada bangunan min. 2 lantai (paling tinggi diantara
sekitarnya, konstruksi bangunan yang menonjol : cerobong asap, antena TV, tiang
bendera )
Instalasi
terdiri dari :
-
Alat
penerima logam tembaga ( logam bulat panjang yang runcing ) atau penerima kawat
mendatar.
-
Kawat
penyalur dari tembaga
-
Pentanahan
kawat penyalur sampai dengan pada bagian tanah yang basah, ukuran dari
instalasi ditentukan berdasarkan daerah/bangunan yang dilindungi.
Strategi perlindungan bahaya petir
1.
Franklin rod.
Terdiri dari komponen-komponen :
-
Alat
penerima logam tembaga ( logam bulat panjang runcing )
-
Kawat
penyalur dari tembaga
-
Pertanahan
kawat penyalur sampai pada bagian tanah basah.
- Sistem perlindungan dengan bentuk
sudut ± 45 O.
Batang
yang runcing ( bahan copper spit ) à dipasang paling atas à batang tembaga à elektroda yang ditanamkan.
Batang
elektroda pentanahan dibuat bak kontrol à memudahkan pemeriksaan dan
pengetesan.
Sistem
ini cukup praktis dan biayanya murah à jangkauannya terbatas.
2.
Sangkar
Farady
Terdiri dari komponen :
-
Alat
penerima kawat mendatar
-
Kawat
dari tembaga
-
Pertanahan
kawat penyalur sampai pada bagian tanah yang basah.
Perlindungan bangunan à jarak antar kawat mendatar
tidak melebihi 20 m pada titik-titik yang tertentu diberi ujung vertikal ½ M.
Sistem pemasangan dibuat memanjang
sehingga jangkauannya lebih luas dari sistem Franklin à Biaya sedikit mahal, menggangu keindahan.
3.
Radio
Aktif
Terdiri dari komponen :
a.
Elektrode
Udara disekeliling elektrode akan di
ionisasi, akibat pancaran partikel alpa dari isotop ( americum 241 ). Elektrode
akan terus menerus menciptakan arus ion ( Min. 10 8 ion/det. ).
b.
Coaxial
cabel
Untuk menghindari kerusakan
benda-benda akibat muatan listrik petir yang menuju tanah maka coaxial cabel
dibungkus pipa isolasi.
Metode tahanan langsung dari muatan
listrik petir ke dalam tanah menyebabkan seluruh unit mempunyai potensial yang
sama dengan bumi.
Sehingga benda-benda yang berada
disekitar system akan aman.
c.
Pentanahan
Perlu test lokasi geografis dari
pentanahan à 5 ohm. Tahanan bumi max. Yang terbaik
untuk system ini = 5 ohm.
Saat petir mengenai electroda maka muatan negatif akan
menetralkan muatan.
Sistem à cocok untuk bangunan tinggi
dan besar
Pemasangan tidak perlu dibuat karena sistem payung yang
digunakan dapat melindunginya.
Bentangan cukup besar à satu bangunan cukup satu
tempat penagkal petir
Cara pemasangan ketiga sistem adalah titik puncak/kepala
dari alat penangkal petir dihubungkan dengan pipa tembaga menuju ke dasar
tempat sebagai pentanahan yaitu pipa tembaga tersebut harus mencapai tanah
berair. Oleh karena itu, tempat-tempat tesebut harus dibuat sedemikian rupa,
sehingga tidak menggangu keindahan bangunan dan tetap berfungsi baik terhadap
penanggulangan bahaya petir.
|
|||||||||||||||||||||||||||
Penangkal PetirPetir merupakan gejala alam yang sangat komplek, pemasangan penangkal petir baik sistem proteksi penangkal petir radius maupun sistem proteksi penangkal petir konvensional hanya dapat bekerja secara efektif sekitar 90%, sedangkan yang 10% lainnya sangat-sangat ditentukan oleh faktor alam atau gejala alam. Sistem penangkal petir baik sistem proteksi penangkal petir radius maupun sistem proteksi penangkal petir konvensional jelas cukup membantu mengurangi bahaya akibat sambaran petir meskipun tidak 100%. Namun hingga saat ini, hanya ada 2 sistem ini yang dipasang orang untuk melindungi bangunan atau gedung, yaitu sistem proteksi penangkal petir radius maupun sistem proteksi penangkal petir konvensional. Kedua sistem ini baik sistem proteksi penangkal petir radius maupun sistem proteksi penangkal petir konvensional, masing-masing mempunyai kelemahan dan kelebihan. Sistem penangkal petir sistem konvensional hanya bersifat pasif dan menunggu datangnya petir yang menyambar, sedangkan sistem penangkal petir radius cendrung menangkap petir dari radius tertentu, hal ini tentu mencegah petir menyambar bangunan atau gedung yang masih berada dalam wilayah radius tersebut. Namun sistem penangkal petir radius yang dipasang harus dibarengi dengan pemasangan sistem grounding yang benar-benar bekerja. Karena bisa dibayangkan bila setiap ada petir pasti ditangkap dan bila pembungannya tidak benar (grounding sebagai peredam tidak bekerja dengan benar), maka petir akan menyambar kemana-mana. dan kerusakan yang diakibatkan akan cukup fatal. Jadi jika kita ingin memasang sistem grounding penangkal petir tipe radius, kita harus fokus juga dengan nilai hambatan grounding nya dan sebaiknya jauh dibawah satu Ohm.
Penelitian dan Riset AwalPada awal penyelidikan listrik melalui tabung Leyden dan peralatan lainnya, sejumlah orang (Dr. Wall, Gray, Abbe Nollet) mengusulkan 'spark' skala kecil memiliki beberapa kemiripan dengan petir.Benjamin Franklin, yang juga menemukan lightning rod, berusaha mengetes teori ini dengan menggunakan sebuah tiang yang didirikan di Philadelphia. Selagi dia menunggu penyelesaian tiang tesebut. beberapa orang lainnya (Dalibard dan De Lors) melakukan di Marly di Perancis apa yang kemudian dikenal sebagai eksperimen Philadelphia yang Franklin usulkan di bukunya. Franklin biasanya mendapatkan kredit untuk menjadi yang pertama mengusulkan eksperimen ini, karena dia tertarik dalam cuaca. (Dia mencipatakan ilmu meteorologi). Franklin juga yang pertama melakukan instalasi penangkal petir dengan menanam kabel tembaga murni yang kedalam tanah dan di bagian atas yang mengarah ke langit dipasang air terminal yang juga terbuat dari tembaga murni. Ini merupakan jenis penangkal petir konvensional yang pertama dibuat manusia. Setelah Franklin menciptakan sistem penangkal petir ini, bencana dan bahaya yang ditimbulakn oleh petir sudah mulai bisa dicegah. Riset modernMeskipun eksperimen dari masa Franklin menunjukkan bahwa petir adalah sebuah discharge dari listrik statik, hanya ada sedikit peningkatan dalam teori ini selama lebih dari 150 tahun. Pendorong untuk riset baru berasal dari bidang teknik tenaga : jalur transmisi tenaga digunakan dan teknisi ingin mengetahui lebih banyak tentang petir. Meskipun sebabnya diperdebatkan (dan masih berlanjut sampai sekarang), riset menghasilkan banyak informasi baru tentang fenomena petir, terutama jumlah arus dan energi yang terdapat. Dan bagaimanapun penggunaan sistem penangkal petir baik sistem proteksi penangkal petir radius maupun sistem proteksi penangkal petir konvensional sangat diperlukan.Perlindungan terhadap Sambaran PetirManusia selalu mencoba untuk menjinakkan keganasan alam, salah satunya adalah bahaya sambaran petir. Ada beberapa metode untuk melindungi diri danlingkungan dari sambaran petir. Metode yang paling sederhana tapi sangat efektif adalah metode Sangkar Faraday. Yaitu dengan melindungi area yang hendak diamankan dengan melingkupinya memakai konduktor yang dihubungkan dengan pembumian atau grouding yang berfungsi seperti sistem proteksi penangkal petir radius maupun sistem proteksi penangkal petir konvensional.
Petir merupakan suatu
peristiwa alam yang sering terjadi di bumi, terjadinya seringkali mengikuti
peristiwa hujan baik air atau es, peristiwa ini dimulai dengan munculnya
lidah api listrik yang bercahaya terang yang terus memanjang kearah bumi dan
kemudian diikuti suara yang menggelegar dan efeknya akan fatal bila mengenai
mahluk hidup dan semua bangunan yang ada disekitarnya. Untuk mencegahnya
perlu dipsang penangkal petir baik sistem proteksi penangkal petir radius
maupun sistem proteksi penangkal petir konvensional
|
|||||||||||||||||||||||||||
Komponen Instalasi Penangkal Petir
|
|||||||||||||||||||||||||||
Petir
selain bisa menyambar lewat gedung sudah dilengkapi penyalur petir jenis
elektrostatik atau radius, petir bisa juga
menyambar lewat jaringan
listrik PLN yang terbuka, umumnya jaringan
listrik terbuka masih banyak digunakan negara tertentu seperti di
Indonesia. Arus petir yang merusak perangkat panel (saklar tukar otomat)
bukan menyambar pada bangunan yang sudah dipasang penangkal petir,
melainkan mengenai jaringan
listrik PLN dan arus
petir ini masuk ke bangunan mengikuti kabel listrik dan merusak panel
listrik tersebut. Untuk kasus sambaran petir secara tidak langsung, sistem
proteksi penangkal petir radius maupun sistem proteksi penangkal petir
konvensional tidak lah cukup. Anda perlu tambahan arrester sebagai internal
proteksi dalam ancaman bahaya samabaran petir dan juga dengan sistem
grounding yang hambatannya mendekati nilai nol Ohm. Jadi biasanya sambaran petir mengenai jauh dari bangunan yang terlindungi oleh penangkal petir elektrostatik maupun radius yang terpasang digedung tersebut. hal ini sudah biasa terjadi karena kabel distribusi PLN memakai kabel distribusi terbuka/telanjang dan letaknya tinggi, seperti yang terpasang di jaringan listrik tegangan tinggi di kota-kota di Indonesia. Untuk penanganan agar tidak terulang kembali maka perlu sekali jaringan listrik yg ada didalam gedung dilengkapi oleh perangkat arrester (penahan surja) (pelepas tegangan lebih). Jenis dan merk dari arrester ini banyak sekali yang tersedia di pasaran umum, yang jelas pemasangan arester ini harus berlapis dan tetap harus terhubung ke grounding bumi. Penggunaan arrester sebagai pelindung dari bahaya petir hanya berfungsi sebagai tambahan proteksi internal dari bahaya sambaran petir disamping wajib menggunakan sistem proteksi penangkal petir radius maupun sistem proteksi penangkal petir konvensional untuk melingdungi gedung maupun bangunan dalam samabaran petir yang lebih besar. Pemasangan lapis 1 : ARRESTER UDARA sebuah lempeng 2 kutub dengan kerenggangan tertentu yang dikonek antara kutub positif (+) dan grounding, jumlah arrester ini di sesuaikan dengan Kutub Positif yang ada (FASA). Pemasangan lapis 2 : ARRESSTER VARRISTOR yakni jenis perangkat arrester yg dengan sistem Metal Okside Varistor , dengan teknik pemasangan yg sama. Prinsip pengamanan 2 lapis ini diharapkan bila ada arus petir yang masuk secara langsung ke jaringan instalasi listrik bisa lepas/dibuang ke grounding bumi dengan tahapan-tahapan yang lebih aman dan pasti. |
|||||||||||||||||||||||||||
Internal Proteksi dari bahaya serangan Petir | |||||||||||||||||||||||||||
Produk yang sanggup melindungi ( proteksi ) instalasi jaringan kabel telpon di kantor, pabrik dan rumah kita dari bahaya ancaman petir , dengan menggunakan port Konektor RJ11 dan kabel data UTP Cat. 3 | |||||||||||||||||||||||||||
Produk yang sanggup melindungi ( proteksi ) instalasi jaringan kabel listrik 1 fase ( Phase ) dan 3 fase ( Phase ) di pabrik, rumah dan kantor kita dari bahaya ancaman petir , dengan menggunakan kabel listrik | |||||||||||||||||||||||||||
Produk yang sanggup melindungi ( proteksi ) instalasi jaringan kabel coaxial peralatan camera CCTV dan Camera sekuriti di pabrik, rumah dan kantor kita dari bahaya ancaman petir , dengan menggunakan kabel coaxial khusus camera CCTV dan Camera sekuriti | |||||||||||||||||||||||||||
PENANGKAL PETIR
Penangkal Petir dan Pengetanahan
1. Penangkal Petir Eksternal
Berbagai usaha dilakukan oleh tiap stasiun
pemancar dan pemilik gedung-gedung yang tinggi untuk melakukan proteksi
terhadap surja petir. Dimana untuk memasang suatu sistem penangkal ini
dibutuhkan beberapa komponen utama seperti, air terminations (ujung
penangkal), down conductors (penghantar turun), dan earth terminations (ujung
pengetanahan).
1.1. Ujung Penangkal
Ujung Penangkal atau yang lebih sering
disebut finial adalah perangkat utama yang akan melakukan kontak langsung
terhadap sambaran petir di udara. Oleh sebab itu, ujung finial sebagai ujung
tombak penangkap muatan di tempat tertinggi pada bangunan-bangunan stasiun
pemancar dan bangunan lainnya. Untuk tiap sistem bentuk dari finial dapat
bervariasi tergantung dari pabrik dimana finial tersebut diproduksi,
pemilihan bahan dapat disesuaikan dan melalui pendekatan pada Peraturan
Menteri Tenaga Kerja tentang PIPP (Pengawasan Instalasi Penyalur Petir).
Demikian halnya dengan penghantar penurunan dan ujung pengetanahan. Tiap
sistem memiliki bentuk dan ukuran finial yang berbeda, hal ini karena
disesuaikan dengan kebutuhan, baik tingkat proteksi, estetika bangunan,
keamanan dan faktor-faktor lainnya. Beberapa bentuk finial yang beredar
khususnya di Indonesia menunjukkan bahwa tiap perusahaan dapat memproduksi
ujung penangkal yang sama tipe-nya tapi beda bentuknya.
1.2 Penghantar Turun
Penghubung antara ujung penangkal dengan
pengetanahan adalah penghantar turun ini. Pada umumnya untuk hubungan ini
dipakai kawat konduktor jenis bare copper (tembaga telanjang) BC-60, BC-50
atau yang lebih besar yaitu menara sebagai konduktor arus petir ke tanah.
Pemanfaatan menara sebagai konduktor tidak
dapat diandalkan mengingat bahwa sambungan komponen-komponen penyusun menara
itu sendiri terkadang dalam keadaan terisolasi dengan pelapisan cat. Di
tambah sifat bahan yang pada umumnya adalah korosif. Jadi dirasa perlu untuk
menambahkan konduktor yang secara langsung terhubung ke pengetanahan.
Penghantar penurunan dapat memakai kabel
ataupun plat logam dimana umumnya memakai tembaga atau alumunium. Untuk kabel
tentunya lebih fleksibel dan mudah untuk dipasang sedang plat mempunyai
kelebihan impedansinya yang lebih rendah. Penghantar yang telanjang tentunya
mempunyai resiko terjadi tegangan pindah yang tinggi karena tidak ada
isolasi.
1.3 Ujung Pengetanahan Dan Sambungan
Pengetanahan peralatan atau “earth
terminations” yang dimaksud adalah “pengetanahan bagian dari peralatan yang
pada kerja normal tidak dilalui arus”.Ujung pengetanahan yang dimaksud adalah
elektroda pengetanahan.
Adapun tujuan yang ingin dicapai adalah
adanya pembatasan tegangan antara bagian-bagian peralatan yang tidak dialiri
arus dan dengan tanah sampai pada harga yang tidak membahayakan baik dalam
keadaan normal maupun tidak. Selain itu agar didapat impedansi sekecil
mungkin untuk jalan balik arus hubung singkat ke tanah.
Dengan demikian ujung pengetanahan adalah
suatu elektroda yang tertanam ke tanah dengan metoda tertentu untuk mencapai
tujuan di atas dan dengan demikian maka arus yang turun dari konduktor dapat
mengalir ke tanah dengan sebaik mungkin.
Sambungan yang dimaksud adalah bonding
antara kabel ke kabel dan kabel ke konduktor lain. Hal ini juga mendapat
perhatian sebab kegagalan sambungan juga dapat menghalangi kinerja dari suatu
sistem proteksi petir.
2 Berbagai Tipe Penangkal Petir
Penerapan sistem penangkal petir di
lapangan, pada prakteknya sangat bervariasi baik dipengaruhi faktor
klimatologi, geografi, ekonomi bahkan juga kulturnya. Jadi pastilah tidak
semua sistem yang sudah ada akan mengikuti idealisme penerapan teknologi
sistem yang baru karena disesuaikan dengan kebutuhan dan atas pertimbangan
tertentu.
Faktor-faktor ini seringkali cukup menarik
perhatian para pengguna sistem, sehingga berbagai macam tipe penangkal petir perlu
dipahami dimana letak perbedaannya.
2.1 Penangkal Petir Franklin.
Pengamanan bangunan terhadap sambaran kilat
dengan menggunakan sistem penangkal petir Franklin merupakan cara yang tertua
namun masih sering digunakan karena hasilnya dianggap cukup memuaskan,
terutama untuk bangunan-bangunan dengan bentuk tertentu, seperti misalnya :
menara, gereja dan bangunan-bangunan lain yang beratap runcing.
Telah banyak buku-buku atau paper-paper yang
membahas mekanisme kilat, biasanya bila pada awan terjadi aktivitas
pembentukan atau pengumpulan muatan, maka pada permukaan bumi ( merupakan
bayangan dari awan ) terinduksi muatan dengan polaritas yang berlawanan itu,
timbulah medan listrik yang amat kuat diantara awan dan bumi. Medan listrik
yang amat kuat itu menyebabkan obyek-obyek di permukaan bumi yang letaknya
relatif tinggi seperti misalnya puncak pohon, ujung atap bangunan dan
sebagainya serentak melepaskan muatan yang berasal dari bumi berupa ion-ion
positif. Ion-ion ini membentuk saluran seperti pita udara yang bergerak ke
arah pita yang dibentuk oleh ion-ion yang berasal dari muatan negatif dari
awan. Bila kedua ujung pita ini bertemu di suatu titik udara, maka terjadilah
sambaran balik.
Berdasarkan atas teori ini, Franklin
menempatkan sebuah batang penangkal petir dengan ujungnya dibuat runcing di
bagian teratas dari bagian yang akan dilindungi. Ujung batang penangkal petir
ini dibuat runcing dengan tujuan agar pada keadaan dimana terjadi aktivitas
penumpukan muatan di awan, maka diujung itulah akan terinduksi muatan dengan
rapat muatan yang relatif lebih besar bila dibandingkan dengan rapat muatan
dari muatan-muatan yang terdapat pada bagian-bagian lain dari bangunan,
dengan demikian dapat diharapkan bahwa kilat akan menyambar ujung dari batang
penangkal petir itu terlebih dahulu.
Batang penangkal petir ini kemudian di
ketanahkan melalui penghantar turun ke elektroda pengetanahan. Tujuan dari
penghantar turun dan elektroda pengetanahan adalah sebagai jalan “ by pass “
bagi muatan bumi dan juga arus kilat untuk keluar atau memasuki bumi sehingga
muatan bumi atau arus kilat tidak mengambil jalan melalui bagian-bagian lain
dari bangunan yang bersangkutan.
2.2 Sangkar Faraday
Sistem pengaman bangunan terhadap sambaran
kilat dengan menggunakan sistem Sangkar Faraday merupakan pengembangan dari
sistem penangkal petir Franklin, sehingga dalam banyak segi, prinsip kerja
dari sistem Sangkar Faraday dapat dikatakan sama dengan sistem penangkal
petir Franklin.
Perbedaannya hanyalah terletak dalam segi
penggunaan Ujung Penangkal dimana bila pada sistem penangkal petir Franklin
digunakan batang-batang penangkal petir yang vertikal, maka pada sistem
Sangkar Faraday digunakan konduktor-konduktor horisontal.
Sambaran kilat biasanya mengenai
bagian-bagian yang runcing atau ujung-ujung dari atap bangunan, hal ini
disebabkan karena pada bagian-bagian inilah terdapat rapat muatan yang
relatif lebih besar bila dibandingkan dengan rapat muatan dari bagian-bagian
atap yang lain dari bangunan tersebut. Oleh karena itu maka pada bagian-bagian
yang berbahaya tersebut perlu dipasang konduktor horisontal yang berfungsi
sebagai obyek sambaran kilat, sehingga bagian-bagian lain dari atap bangunan
tersebut terlindung.
Untuk bangunan-bangunan yang beratap luas,
perlu ditambahkan beberapa konduktor horisontal lagi diantaranya.
Konduktor-konduktor itu harus terhubung secara listrik satu dengan yang lain.
Ini adalah prinsip dari Sangkar Faraday
dimana konduktor-konduktor horisontal yang dipasang di bagian teratas lalu
terhubung melalui konduktor saluran ke tanah dan terhubung ke elektroda
pengetanahan dari bangunan seolah-olah membentuk sangkar pelindung yang
melindungi bangunan tersebut terhadap induksi atau masuknya muatan dari luar
yang membahayakan bangunan tersebut.
Untuk memperbaiki sistem Sangkar Faraday ini
perlu ditambahkan beberapa batang penangkal petir yang pendek (finial) pada
bagian-bagian dari atap bangunan yang diperkirakan mudah tersambar kilat,
finial ini dihubungkan secara listrik dengan konduktor horisontal yang
terdekat ( tujuan dari pemasangan finial ini adalah untuk memperlancar
mengalirnya arus muatan dari bumi ke awan dan sebaliknya dari awan ke bumi ).
Cara pemasangan konduktor-konduktor baik
mendatar maupun menurun tentunya haruslah diperhitungkan kemungkinan tegangan
pindah yang terjadi, agar tidak membahayakan. Kalaupun ingin mencegah
tegangan pindah ini dapat mempertimbangkan pemakaian kabel coaxial atau triax
walaupun secara estetika gedung dan ekonomis tidak memenuhi kebutuhan.
Untuk gedung yang dipenuhi peralatan
elektronik sangkar Faraday atau Franklin tidak dianjurkan karena medan yang
ditimbulkan ketika terjadi sambaran dapat memperpendek waktu kerja perangkat
elektronik terutama untuk perangkat yang memakai sinyal.
2.3 Sistem Penangkal Petir Dengan Unsur Radioaktif
sebagai Ujung Penangkal
Penggunaan unsur radioaktif dalam sistem
penangkal petir baru dikenal orang pada tahun 1914, inspirasi penggunaan
radioaktif dalam sistem penangkal petir pertama kali dikemukakan oleh
seseorang dari Hungaria yaitu Szillard J.B. pada “ Academy of Sciences “ di
Paris pada tanggal 9 Maret 1914 dalam papernya yang berjudul Sur un
paratonnerre au Radium. Sejak saat itu bermacam-macam sistem penangkal petir
menggunakan unsur radioaktif dikembangkan lebih dalam. Pada Tahun 1972, Baatz
mengembangkannya dengan Americium 241 dan tentunya melalui berbagai
penelitian dengan mempertimbangkan hasil penelitian dari Müller Hillebrand
(1962) dianggap lebih tidak berbahaya dibanding sumber ionisasi lain seperti
Cobalt, Krypton, Radium dan Plutonium.
Pada prinsipnya, sistem penangkal petir
diatas sama dengan sistem penangkal petir Franklin, hanya dikembangkan lebih
lanjut yaitu dengan memperlengkapi kepala dari batang penangkal petirnya
dengan unsur radioaktif yang memancarkan sinar alpha dengan intensitas yang
cukup besar sehingga mampu mengionisasi udara di sekitar kepala batang
penangkal petir tersebut.
Ada tiga pokok yang penting untuk diketahui,
yaitu :
a. Ionisasi :
Proses disintegrasi dari unsur radioaktif
biasanya disertai oleh pancaran sinar alpha, beta dan gamma. Sinar alpha
mempunyai susunan atom yang sama dengan unsur helium, bermuatan positif
sebesar + 2 atau q = 3.2´10–19 C
dengan massa 6.65´10–27 kg. Sinar beta terdiri atas
elektron-elektron dengan muatan q = 1.6 ´ 10 –19 C dan massanya 9.1 ´ 10 –31
kg. Sinar alpha serupa dengan sinar X.
Kemampuan mengionisasi dari sinar-sinar a : b : g adalah 10000 : 100 : 1, jadi walaupun jarak radiasi dari sinar a hanya beberapa cm saja, namun karena kemampuan mengionisasi udara
sinar a sangat besar maka dalam penggunaan
unsur radioaktif pada sistem penangkal petir, sinar a mempunyai arti yang paling penting.
b. Ionisasi tumbukan pada keadaan dimana
terjadi penumpukan muatan di awan, antara awan dan bumi timbul medan listrik
yang kuat. Ion-ion yang berasal dari udara yang diionisasi oleh sinar a, dengan adanya medan listrik tersebut akan mendapat percepatan yang
sanggup melepaskan ion-ion dari atom-atom udara yang berada di sekitarnya.
Demikianlah terjadi tumbukan secara terus-menerus yang merupakan reaksi
berantai yang disebut ionisasi tumbukan.
c. Gradien tegangan di udara : pada keadaan
terjadi penumpukan muatan di awan., gradien tegangan udara antara awan dan
bumi akan naik, sedangkan gradien tegangan yang besar ini sangat mempengaruhi
pembentukan ion-ion di udara. Gradien tegangan yang diperlukan agar terjadi
ionisasi tumbukan adalah minimum 40 kV, dengan ketinggian kepala dari batang
penangkal petir 20 m dari permukaan tanah, terlihat bahwa gradien di tempat
tersebut dapat mencapai 400 kV sehingga hal ini dapat memastikan ionisasi
tumbukan terjadi.
Ketiga uraian yang baru lalu menggambarkan
proses kegunaan dari unsur radioaktif pada sistem penangkal petir. Bila
ion-ion yang dihasilkan dalam proses berantai itu bertemu dengan ion-ion yang
berasal dari awan , maka terjadilah sambaran kembali yaitu mengalirnya arus
kilat melalui jalan yang dibentuk oleh ion-ion tadi ke bumi. Untuk memenuhi
keperluan tersebut cukup dengan cara menempatkan lempengan yang mengandung
zat radioaktif berlapis emas dan paladium pada posisi sekeliling ujung finial
biasa.
Namun pada penelitian lebih lanjut ternyata
tetap memberi kemungkinan membahayakan manusia karena radiasinya ditambah
lagi oleh Cassie (1969) telah memperhitungkan secara teknis dan menyimpulkan
bahwa pemakaian radioaktif tidak terlalu efektif. Untuk pemasangan sistem ini
di Indonesia telah diatur dan pemasangannya dilarang sesuai keputusan Menaker
dan Dirjen BATAN No. 45/DJ/31/III/77 tentang pemakaian, bersama membuat surat
keputusan no.Kep.1880/Men./1987-PN 00 01/193/DJ/97 tentang “Penertiban izin
pemakaian penangkal petir radioaktif dan larangan pemasangan yang baru”,
Resiko yang terjadi selama pemasangan adalah
disaat terjadi lecet/kelainan/ tergores karena kesalahan manusia, tiupan
angin, penyinaran partikel berat alpha dan pengaruh lainnya pada pelindung
zat radioaktif tersebut. Ketika terjadi hujan maka wadah radionuklida akan
tercuci sehingga menghasilkan air encer yang terkontaminasi yang selanjutnya
dapat mencemari tanah.
Sehubungan dengan resiko dan larangan
pemasangan maka Menaker juga mengeluarkan JUKLAK pelaksanaan pembongkaran
penangkal petir radioaktif yang meliputi instansi yang boleh membongkar, cara
pembongkaran, cara pengiriman dan lain-lain.
3 Sistem Pengetanahan
Sistem pengetanahan dilakukan agar arus
petir dapat dialirkan langsung ke tanah. Maka tahanan pengetanahan haruslah
sekecil mungkin agar jatuh tegangan penghantar dan elektroda pengetanahan
kecil, sehingga menghindari tegangan langkah yang berbahaya.
Tiga faktor yang mempengaruhi besar dan
kecilnya tahanan pengetanahan adalah sistem pengetanahan yang diterapkan,
hubungan logam-logam dalam bangunan dengan elektroda-elektroda pengetanahan
dan karakteristik dari tanah dimana sistem tersebut diterapkan.
Beberapa aturan yang dipakai pada sistem
pengetanahan guna meng-antisipasi kegagalan penyaluran arus petir ke tanah,
yaitu:
1. Elektroda pengetanahan dapat berupa
elektroda plat pita, batang atau pondasi, untuk plat pita ditanam sekurangnya
50 cm dari permukaan tanah dan menyebar dengan sudut antar pita minimum 60°. Untuk pondasi, digunakan untuk pengetanah instalasi penangkap
petir, dan dilengkapi penyambung khusus antara elektroda dengan penghantar
turun.
2. Pipa-pipa air minum yang ada
bagian-bagiannya yang mengandung plastik dan pipa-pipa gas tidak boleh
dihubungkan dengan sistem, material logam yang berjarak kurang dari 20 meter
dan terutama berjarak kurang dari 2 meter dihubungkan ke sistem. Bila ada
bagian metal dari instalasi bangunan atau sistem tenaga yang tidak dapat terhubung
ke sistem maka dapat diketanahkan dengan tahanan pengetanah maksimum adalah
lima kali jarak terkecil antara bagian-bagian metal dengan hantaran penangkal
petir di atas tanah. Elektroda pengetanah instalasi penangkap petir dapat
dijadikan satu dengan elektroda pengetanah instalasi listrik dengan tegangan
kerja dibawah 1000 volt.
3. Penanaman elektroda tanah dihindarkan
dari daerah yang dilalui pipa-pipa uap air (sumber panas), dijauhkan dari
pintu keluar atau masuk suatu gedung untuk menghindari tegangan langkah, atau
dapat dilakukan pemasangan lapisan permukaan pijak yang berisolasi (batu
koral, dan lain-lain).
Untuk menentukan perencanaan pemasangan maka
beberapa faktor yang perlu mendapat perhatian adalah besar arus gangguan yang
mungkin terjadi, luas tanah yang bisa dipakai, resistivitas atau tahanan
jenis tanah, bentuk-ukuran-jenis konduktor elektroda pengetanahan yang
dipakai.
3.1 . Resistivitas Tanah
Tanah dimana suatu elektroda pengetanahan
ditempatkan haruslah mempunyai impedansi yang rendah. Besar resistansi
tersebut adalah:
dimana r adalah resistivitas dari material terkonduksi, l adalah panjang
jejak yang dilalui arus di bumi dan A adalah penampang dari jejak
terkonduksi. Selanjutnya I adalah arus pada elektroda dan E adalah tegangan
dari elektroda.
Tanah yang berada dibumi mengandung bebatuan
dan kandungan berbagai larutan mineral. Ketika arus berjalan didalam tanah
sebagai pergerakan ion maka konduksi ionik yang terjadi sangat dipengaruhi
oleh konsentrasi dari jenis kandungan mineral pada lembaban tanah. Peristiwa
ionik ini terjadi ketika mineral didalam tanah terlarut dan gerakan dari
ion-ion pengaruh dari potensial elektrik yang menyebabkan suatu media mampu
mengkonduksi secara elektrik.
Untuk menganalogikan lebih jelas maka
resistivitas diartikan dalam resistansi elektrik dari sebuah kubus dengan
material yang homogen, dimana resistansinya sebanding resistivitas material
dan berbanding terbalik dengan panjang dari salah satu sisi dari kubus
tersebut. Maka dapat resistansinya dapat dirumuskan sebagai:
( 2)
dimana,
r = Resistivitas material, ohm – (dalam
satuan panjang)
L = Panjang rusuk kubus, (dalam satuan
panjang) dan
A = Luas salah satu sisi kubus, (dalam
kuadrat satuan panjang).
Berbagai macam jenis resistivitas muncul
sebagai fungsi dari tipe tanah, dan diklasifikasikan dalam beberapa tipe
tanah yang tergolong berpotensi untuk ditanami elektroda pengetanahan. Hal
tersebut dapat dilihat pada tabel 1 .
Tabel 1
Perkiraan Resistivitas Tanah
Tipe-tipe Tanah Resistivitas
(ohm-m) (ohm-cm) (ohm-ft)
Tanah Organik yang Basah 10 103 33
Tanah Lembab 102 104 330
Tanah Kering 103 105 3300
Bebatuan 104 106 33000
Sedangkan untuk tanah dengan kadar air maka
resistivitas air juga diperhitungkan, oleh formulasi empiris dari Hummel
(Münger, 1940)
dimana r adalah resistivitas tanah dalam ohm-meter, rv adalah resistivitas air dalam tanah dalam ohm-meter dan p adalah
volume relatif air di tanah. Secara ekperimental dipakai untuk p adalah nilai
0,1. Jika pada kondisi tertentu p = 0 maka persamaan akan berkesan tidak
benar dengan kata lain untuk tanah yang kering akan mempunyai resistivitas
yang tinggi sekali.
Nilai resistivitas ini sangat bervariasi
ditiap kondisi geografis tetapi tiap negara akan mempunyai cirinya dan secara
umum resistansi juga didapat dari fungsi panjang yang ditunjukkan pada gambar
3.3. Selain itu rumusan akan juga dipengaruhi bentuk dari elektroda yang
dipilih
3.2 Pengukuran Tahanan Jenis Tanah
Terdapat dua macam metoda pengukuran yang
umum dipakai yaitu metoda tiga titik dan metoda empat elektroda seperti pada
gambar 3.4 dan 3.5. Metoda tiga titik yang dimaksud adalah titik pertama
sebagai elektroda tes, kedua sebagai probe (pemeriksa) dan elektroda
auxiliary (pembantu).
Seperti pada gambar 4 , tahanan pada
elektroda tes didapat dari potensial di antara titik tes dengan probe dibagi
arus antara titik tes dengan “aux”, dengan syarat haruslah mengatur posisi
elektroda probe agar didapat besar resistansi total antara titik tes ke probe
dan titik tes ke “aux” sama dengan besar resistansi antara titik probe ke
“aux”.
Untuk metoda empat elektroda,
elektroda-elektroda ini ditanam dengan jarak yang sama (D) dan dengan R
adalah dari hasil perhitungan dari angka pada meter dimana potensial dibagi
arus pada amperemeter. Adapun rumusan dari resistivitas adalah:
( 4)
Dalam usaha untuk membuat resistivitas yang
baik agar didapat resistansi pengetanahan yang baik juga dapat dengan
pemakaian zat kimia additive (tambahan) yang biasanya terdiri dari dua zat
yang berbeda akan tetapi bila disatukan dan dikombinasikan di tanah maka akan
membentuk campuran seperti jeli dengan resistivitas rendah.
3 Elektroda Pengetanahan
Pengetanahan atau pembumian secara umum
dipahami sebagai penanaman elektroda dengan berbagai macam bentuk sesuai
kebutuhan atau keinginan. Macam-macam pengetanahan antara lain yaitu
penanaman batang konduktor tegak lurus dengan permukaan tanah, penanaman
batang konduktor horisontal sejajar dengan permukaan tanah dengan kedalaman
tertentu karena daerah berbatu dan tidak bisa ditanami batang vertikal.
Pengetanahan dikembangkan menjadi bentuk kisi-kisi horisontal yang lebih
menguntungkan. Tujuan awal adalah mendapatkan tahanan kontak yang kecil,
dengan demikian maka dalam prakteknya ketika seseorang menanam satu batang
vertikal ke tanah dan diukur ternyata tahanannya masih besar maka dengan
berbagai usaha seperti menambah konduktor ataupun lainnya haruslah mendapat
resistansi dibawah “5 ohm”.
Dari pembahasan sebelumnya jelaslah bahwa
secara matematis untuk mendapatkan nilai resistansi R dari elektroda
pengetanahan haruslah mempunyai parameter yang meliputi:
1. Resistivitas tanah
2. Resistivitas air tanah
3. Dimensi elektroda pengetanahan
4. Ukuran elektroda pengetanahan
Pada praktek, seringkali untuk mempersingkat
waktu serta didukung kondisi tanah di pulau Jawa pada umumnya basah yang
berarti ber-resistivitas rendah maka dipakai cara trial and error (dicoba
sampai hasil terbaik) dibantu dengan alat ukur. Apabila bangunan dilihat dari
segi struktur, konstruksi, tinggi, situasi dan pengaruh kilat ternyata
mempunyai indek perkiraan bahaya (=R) yang besar maka pengukuran haruslah
seideal mungkin dilakukan.
4 Sambungan
Bonding (penyambungan) memegang peranan yang
penting dalam mewujudkan kestabilan sistem penangkal petir, kegagalan
sambungan dapat menyebabkan kegagalan sistem. Sambungan yang dimaksud dapat
berupa sambungan dengan braze (solder), weld (las), bolts (penyekrupan),
rivet (keling) dan sebagainya yang menghubungkan konduktor ke bahan konduktor
lainnya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas dari
suatu bonding adalah pemilihan bahan konduktor baik secara elektris maupun
mekanis. Tinjauan elektris yang dimaksud tentunya adalah memperkecil gangguan
akibat getaran maupun lompatan bunga api dan juga kekuatan sambungan terhadap
arus yang melaluinya.
Tinjauan secara mekanis adalah bagaimana
lama pemakaian, tingkat pengaruh korosi, getaran atau tarikan secara tidak
sengaja, tempa ataupun tekanan gaya berat.
Terdapat dua macam penyambungan yaitu
penyambungan langsung yaitu dengan las, baut, solder dan keling dan sambungan
tidak langsung yaitu dengan strap (ikatan). Adapun besar resistansi bonding
antara jenis metal yang dipakai diambil rata-rata seperti pada tabel berikut,
brass (campuran seng dan perunggu).
Tabel 2
Resistansi DC Dari Sambungan Langsung
Komposisi Sambungan Resistansi (mikro-ohm)
Brass - Brass 6
Alumunium - Alumunium 25
Brass – Alumunium 50
Brass – Baja 150
Alumunium – Baja 300
Baja - Baja 1500
Pembersihan permukaan haruslah dilakukan
agar penyambungan dapat lebih baik, karena di atas permukaan logam sering
didapati materi padat seperti debu, kotoran/kerak, dan sebagainya. Selain itu
juga didapati campuran organik seperti cat, minyak, dan sebagainya. Untuk
membersihkan dapat menggunakan kertas gosok, sikat tembaga, skrap dan peralatan
semacam, setelah itu bisa dikeringkan dengan cairan pembersih atau pengering
lainnya.
5 Daerah Tangkap
Captive area yang diterjemahkan sebagai
daerah tangkap dengan definisi yaitu daerah dimana bila sambaran pelopor
masuk maka pastilah upward streamer (pita naik) akan diluncurkan dari
bangunan itu. Hal ini dapat digambarkan sebagai sebuah gedung dimana tiap
ujung atau sudutnya mempunyai radius atraktif (daya tarik) terhadap sambaran.
Dalam perhitungan daerah tangkap media atau bahan atap dari bangunan tidak
dibahas lebih dalam namun mengambil nilai-nilai untuk pendekatan saja.
Tiap sudut luar bangunan bagian atap sesuai
dengan bentuknya mempunyai kemampuan untuk menarik dengan radius tertentu.
Hal ini juga bergantung pada tinggi dari gedung itu sendiri, sebagai contoh
dalam tabel 4.3 untuk bangunan dengan tinggi 10 meter atap datar berisolasi
mempunyai radius atraktif rata-rata 41 meter. Sedangkan untuk bangunan dengan
isolasi dan atap sama dengan tinggi 50 meter dapat mempunyai radius atraktif
sebesar rata-rata 78 meter. Hal ini digambarkan pada gambar 6.
Angka-angka yang dipakai dihitung
berdasarkan fungsi tinggi bangunan yang selanjutnya dijelaskan di bab
berikutnya. Daerah tangkap ini akan diperhitungkan dalam usaha mengetahui
kemungkinan sambaran pada suatu gedung atau menara dilingkungan dengan
geografis, dan faktor-faktor lain tertentu. Dengan demikian dapat mempermudah
kita dalam menentukan suatu sistem yang akan dipakai dan mengetahui seberapa
penting memakai sistem penyetara tegangan yang dimaksud
Sebagai contoh perhitungan daerah tangkap
yaitu suatu bangunan dengan panjang dan lebar yaitu 45 m dan 30 m, tinggi
bangunan tersebut 9,5 m maka CA atau captive area dapat dirumuskan sebagai CA
= (L + 2R)(W + 2R) dengan demikian didapatkan angka yaitu 13760 m2 dengan R
atau radius mengambil nilai 40 m.
Tabel 3
Radius Atraktif Berdasar Fungsi Tinggi
Gedung
Tinggi Gedung (m) Rata-rata Radius (m)
5 30
10 41
15 50
20 56
30 68
40 73
50 78
Untuk bangunan dengan bentuk lingkaran
misalnya cerobong atau tanur dapat dihitung dengan CA = p (Ra + R)2 dimana Ra adalah radius dari lingkaran bangunan jadi bila
diameter bangunan 15 m dan tinggi 30 m maka radius tiap titik pejalnya yaitu
66 m maka daerah atraktifnya adalah 20.600 m2. Seperti yang sudah dijelaskan
maka beberapa patokan untuk R dapat dilihat pada tabel 2.
Untuk bentuk lainnya tentunya mempunyai
perhitungan lebih rumit berdasarkan analitik dari bentuk dasarnya sesuai
dengan rumusan matematis sederhana.
5.1 Perlindungan Bangunan Terhadap Petir
Perlindungan bangunan terhadap petir adalah
suatu masalah umum yang akan dilakukan baik untuk melindungi isi gedung
maupun sekitar gedung. Agar bangunan yang dilindunginya terhindar dari bahaya
sambaran petir baik secara langsung maupun tidak langsung maka berbagai upaya
dilakukan. Karena konstruksi dan bentuk bangunan mempunyai banyak keragaman
maka perlu adanya suatu aturan umum untuk acuan dalam merencanakan sistem
pelindung terhadap sambaran petir.
Aturan instalasi yang sudah ada dan banyak
dipakai diantaranya adalah standart Inggris ( BS code of Practice cp 326 1965
) dan standart Jerman VDE. Sedangkan di Indonesia atas prakarsa Direktorat
Penyelidikan Masalah Bangunan ( DPMB ) yang bekerjasama dengan LAPI ITB telah
pula menerbitkan standarisasi Penangkal Petir khusus bangunan, dengan ketua
team penyusun Doctor Ing. K.T Sirait.
Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan
dalam merencanakan dan memasang sistem penangkal petir, antara lain :
• keamanan secara teknis
• penampang penghantar-penghantar
pengetanahan
• ketahanan mekanis
• ketahanan terhadap korosi
• bentuk dan ukuran bangunan yang dilindungi
• faktor ekonomis
Dalam perencanaan menentukan letak penangkal
petir dan ketinggiannya agar didapatkan perlindungan terhadap petir yang
efektif, secara umum bangunan digolongkan berdasarkan dua hal yaitu bentuk
atap bangunan dan bahan dari atap bangunan.
Bentuk atap bangunan secara sederhana dapat
digolongkan menjadi bentuk atap datar, bentuk atap runcing, bentuk atap
dengan bangunan-bangunan kecil ( cerobong asap, antena dan lain-lain )
diatasnya dan bentuk tak teratur. Sedangkan bahan atap digolongkan menjadi :
bahan atap bukan logam, atap yang sebagian mempunyai komponen logam, atap
dari bahan logam.
Secara umum peraturan menentukan letak
pangkal petir dengan sistem konvensional yaitu:
1. Bangunan dengan atap datar,
bangunan-bangunan yang mempunyai selisih tinggi antara bangunan dengan
lisplang kurang dari 1 m.
Prinsip perlindungan yang dipakai adalah
cara Sangkar Faraday
• Sebagai penangkap petir adalah hantaran
penyalur mendatar.
• Hantaran-hantaran penyalur utama mendatar
dipasang pada atap, sepanjang tepi, sudut-sudut dan bagian runcing dari atap
bangunan dan bagian- bagian yang menonjol.
• Jarak maksimal antara dua hantaran
mendatar yang sejajar 15 m.
• Untuk memperbaiki sistem Sangkar Faraday,
ditambah penangkap petir finial pada ujung sisi dan bagian yang mudah
disambar petir. Jarak maksimum antara dua buah finial pada hantaran mendatar
5 m dengan tinggi minimum 20 cm.
2. Bangunan dengan atap runcing yaitu suatu
atap dengan beda tinggi antara bumbungan dan lisplang lebih besar dari 1
meter.
• Jika lebar bangunan kurang dari 12 m cukup
dipasang penangkal petir sepanjang bubungan dan hantaran paling sedikit dua
buah pada jurainya.
• Jika lebar bangunan lebih besar 12 m, pada
semua jurai dan lisplang dipasang penangkap petir.
• Penangkap petir batang tegak dipasang
sepanjang bumbungan dengan jarak antara maksimum 5 m dan tinggi minimum 30
cm.
Atap bangunan dengan bangunan-bangunan kecil
di atasnya, misalnya cerobong asap, bangunan lift dan lain-lain.
• Jika terbuat dari logam dapat dipergunakan
sebagai penangkap petir dan dihubungkan oleh hantaran penghubung ke hantaran
penyalur petir.
• Bangunan cerobong asap harus dipasang
pelingkar puncak atau dua batang penangkap petir jika panjang penampang
cerobong lebih besar dari 1,2 m. Jika penampang kurang dari 1,2 m dapat
dipasang penangkap petir batang tunggal.
Atap bangunan dimana terdapat bagian-bagian
dari logam misalnya pada jurai, lisplang, maka bagian-bagian logam ini dapat
dipakai sebagai penangkap petir dengan persyaratan luas penampang penghantar
minimum, dapat diandalkan secara listrik dan mekanis.
Atap bangunan dari logam:
• Jika dipakai sebagai penangkap petir, maka
tebal minimum 0,5 mm jika terbuat dari tembaga atau setebal 0,8 mm untuk
jenis logam lain.
• Jika tak dipakai sebagai panangkap petir
maka penangkap petir dipasang sedemikan rupa sehingga tidak ada bagian atap
yang berjarak lebih dari penangkap petir.
Untuk bangunan atap runcing dengan genteng
keras bukan dari logam, pemasangan hantaran penyalur dibawah atap diijinkan
jika tidak ada lapisan yang mudah terbakar dan bangunan bukan untuk menyimpan
bahan-bahan yang mudah terbakar. Jarak penangkap petir antara 4 – 5 meter
dengan tinggi minimum 30 cm diatas permukaan atap.
5.2 Hantaran Penyalur Petir
Hantaran penyalur petir benfungsi utama
menyalurkan arus petir ke tanah. Disamping itu hantaran penyalur petir juga
dapat berfungsi sebagai penangkap petir.
Dalam kaitannya dengan fungsi-fungsi
hantaran utama tersebut, maka yang menjadi permasalahan dalam merencanakan
hantaran penyalur petir adalah :
1. Persyaratan listrik dan mekanis .
2. Jumlah hantaran penyalur dan jarak
antara.
3. Penggunaan material- material logam pada
bangunan untuk hantaran penyalur.
4. Cara pemasangan dan masalah korosi.
Secara garis besar peraturan- peraturan
tentang hantaran penyalur petir adalah sebagai berikut :
Penentuan jumlah hantaran penyalur dan jarak
antara hantaran penyalur ditentukan berdasarkan ukuran dari bangunan
• Lebar bangunan lebih besar dari 12 m,
diperlukan paling sedikit empat buah hantaran penyalur petir.
• Setiap bangunan paling sedikit harus
mempunyai 2 buah hantaran penyalur petir.
• Panjang bangunan lebih dari 20 m,
diperlukan hantaran penyalur petir setiap mulai kelebihan dari 20 m. Jika
lebar kurang dari 12 m tambahan ini hanya pada satu sisi, tetapi jika lebar
lebih dari 12 m tambahan ini dipasang pada kedua sisi.
• Lebar bangunan lebih 20 m diperlukan
tambahan sebuah hantaran penyalur pada kedua sisi untuk setiap kelebihan
lebar 20 m.
Pada bangunan terdapat material-material
dari logam ; seperti pipa air minum, pipa gas, konstruksi beton bertulang
atau konstruksi rangka baja, dan lain-lain.
• Pipa air minum, bila semua terdiri dari
logam dapat dipakai sebagai hantaran penyalur. Tetapi karena sudah banyak
dipakai pipa plastik maka pipa air minum tak boleh dihubungkan dengan
hantaran penyalur.
• Pipa gas tidak boleh dipergunakan sebagai
hantaran penyalur petir.
• Benda-benda logam lainnya dapat dipakai
sebagai hantaran penyalur dengan persyaratan mekanis, listrik dan ukuran
minimum.
Dudukan hantaran penyalur harus terpasang
dengan kuat dan bahannya sebaiknya sama dengan bahan hantaran agar tidak
terjadi korosi. Sambungan antar hantaran harus kuat, baik secara listrik
maupun mekanis dan memenuhi luas penampangnya.
Upaya penanggulangan sambaran Petir pada
Peralatan Listrik dan Elektronika”
SATU-U M U M
Petir merupakan gejala alam yang kejadiannya
tidak dapat dihindarkan ataupun dicegah. Kejadian sambaran petir dapat
melibatkan pengaliran arus listrik yang sangat besar dalam waktu yang sangat
singkat namun bahaya yang dapat ditimbulkannya sangat besar. Kemajuan
teknologi hasil penelitian bidang teknik tegangan dan arus tinggi memberikan
manfaat bagi pencegahan bahaya yang ditimbulkan sambaran petir dengan
diketahuinya parameter-parameter arus petir dan diperolehnya kemajuan dalam
bidang peralatan-peralatan penangkal petir. Langkah-langkah utama dalam
pencegahan bahaya sambaran petir pada dasarnya ditujukan kepada dua sasaran
pokok yaitu :
a) Sambaran petir yang terjadi baik langsung
maupun tidak langsung tidak menimbulkan bahaya kebakaran, kerusakan, dan
kematian
b) Sambaran petir tidak menyebabkan
terjadinya gangguan pengoperasian peralatan listrik maupun elektronik.
Konsep dasar yang mendasari langkah-langkah
tersebut adalah konsep lokalisasi titik-titik sambaran, konsep penerapan
penyamaan potensial sehingga dapat dihindarkan terjadinya spark busur listrik
di tempat-tempat yang explosive serta penyamaan potensial di peralatan
elektronik yang sensitif. Kemajuan teknologi arrester telah mampu membantu
penerapan sistem penangkal petir internal yang benar guna menghindarkan
terjadinya kerusakan instalasi elektronik yang digunakan pada telekomunikasi,
kontrol dan instrumentasi.
DUA-DASAR-DASAR UMUM
PENANGKAL PETIR
2.1 Prinsip-prinsip Dasar Penangkal Petir
Penangkal petir untuk melindungi
bangunan-bangunan beserta isinya terhadap perusakan akibat sambaran petir.
2.3 Langkah-langkah Perlindungan Terhadap
Bahaya Sambaran Petir
2.3.1 Material dan Instalasi
Pemilihan dan pemasangan finial, konduktor
penyalur arus petir dan hubungan pentanahan harus mengikuti persyaratan yang
ditetapkan dan diuraikan dalam bab berikut ini. Finial yang berupa
kawat-kawat tanah lintas atas yang menghubungkan dua menara harus terbuat
dari bahan non korosif untuk kondisi setempat, dengan ukuran yang sama dengan
luas penampang konduktor utama dengan andongan yang memadai untuk segala
kondisi. Material-material yang dapat digunakan adalah alumunium, tembaga, Cu
atau Al clad steel, baja galvanis atau baja tahan karat.
2.3.2 Batang-batang, Menara-menara dan
Kawat-kawat tanah lintas atas
2.3.2.a Penentuan zona proteksi suatu menara
penangkal petir didasarkan pada jarak terkam (lightning distance) suatu
sambaran petir. Panjang jarak terkam ditentukan oleh besarnya arus puncak
sambaran petir. Semakin besar arus petir, semakin panjang juga jarak
terkamnya. Zona proteksi yang dimiliki setiap konfigurasi menara atau
bangunan konduktif yang tinggi dapat dengan mudah ditentukan secara grafis.
Peninggian menara yang melebihi panjang jarak terkam tidak banyak
meningkatkan sudut perlindungan menara.
2.3.2.b Zona proteksi suatu kawat tanah
lintas atas didasarkan pada jarak terkam yang didasarkan pada teori
elektro-geometri dengan sudut lindung concave ke atas yang dikembangkan
sebagai metode Rolling Sphere.
2.3.2.c Untuk menghindari terjadinya
loncatan samping (side flash), jarak minimum antara menara atau kawat tanah
lintas atas ke bangunan yang diproteksi ( D ) harus tidak kurang dari jarak
loncat samping (side flash distance) yang ditentukan dengan :
D = h/6
dimana h adalah tinggi bangunan yang
dilindungi
2.3.3 Tiang-tiang kayu yang digunakan
sebagai penangkal petir, harus dilengkapi dengan ujung finial logam di atas
tiang, penghantar penyalur arus petir (down conductor) dan dihubungkan dengan
pentanahan. Untuk tiang terbuat dari logam, dapat digunakan logam tersebut
sebagai penghantar penyalur arus petir.
TIGA-PERENCANAAN
SISTEM PENANGKAL PETIR
Instalasi penangkal petir pada hakekatnya
adalah instalasi yang dipasang dengan maksud mencegah, menghindari dan
mengurangi bahaya yang ditimbulkan oleh kejadian sambaran petir. Yang
dimaksud dengan istilah penangkal petir adalah penangkal bahaya yang ditimbulkan
oleh sambaran petir. Bahaya yang dapat ditimbulkan meliputi “bahaya langsung”
(direct effect) dan “bahaya tidak langsung” (indirect effect). Upaya yang
dilakukan untuk mencegah terjadinya bahaya tersebut adalah pengadaan sistem
penangkal petir terintegrasi yang meliputi “penangkal petir eksternal” dan
“penangkal petir internal”.
3.1 Penangkal Petir Eksternal
Penangkal petir eksternal menghindari bahaya
langsung maupun tidak langsung suatu sambaran petir pada aksesoris-aksesoris
bangunan tinggi, menara telekomunikasi dan bagian-bagian luar bangunan,
termasuk juga menghindari bahaya terhadap manusia yang berada di luar gedung.
Penangkal eksternal pada dasarnya terdiri dari finial penangkal petir,
konduktor penyalur arus petir, dan pentanahan.
3.1.1 Finial Sambaran Petir (Air Termination
)
Finial sambaran petir yang terbuat dari
logam (biasanya terbuat dari logam tembaga) merupakan titik sambar petir yang
kemudian mengalirkan arus petir ke tanah dan mencegah terjadinya sambaran
petir di tempat lain di daerah yang dilindunginya. Finial akan menerima
pembebanan panas yang tinggi sehingga dalam pemilihan jenis logam, ketebalan
dan bentuknya ditentukan oleh pertimbangan besarnya muatan arus petir (Q).
Yang dapat digunakan sebagai finial
penangkal petir adalah logam yang khusus dipasang di bagian teratas bangunan
atau menara, dengan bentuk berupa batang tegak atau penghantar mendatar.
Daerah lindung atau sudut lindung suatu finial penangkal petir ditentukan
oleh “jarak sambar” suatu sambaran petir yang panjangnya ditentukan oleh
tingginya arus petir. Teori yang mendasari penentuan daerah lindung tersebut
adalah teori “Elektro-geometri”
Teori Elektro-geometri adalah teori yang
mengkaitkan hubungan antara sifat listrik sambaran petir dengan geometri
sistem penangkal petir. Teori ini semula dikembangkan untuk pembuatan
elektro-geometri pada saluran transmisi tagangan tinggi. Berdasarkan teori
elektro-geometri pada saluran transmisi ini dikembangkan suatu model
elektrogeometri pada sistem penangkal petir bangunan, dimana finialnya berupa
batang tegak (finial Franklin) dan suatu penghantar mendatar sangkar faraday.
Model elektro-geometri didasarkan pada
hipotesa sebagai berikut:
· Jika suatu kepala lidah petir yang dalam
pergerakannya mendekati obyek sambaran bumi telah mencapai suatu “titik
sambar” utama, maka petir akan mengenai obyek sambaran melalui jarak
terpendek.
· Jarak sambar petir ditentukan oleh tinggi
arus puncak petir sambaran pertama dan dinyatakan menurut Amstrong dan
Whitehead yang didasarkan pada rumus Wagner dan hasil percobaan L Paris dan
Watanabe dengan persamaan sebagai berikut :
hB = 6,7 I 0,8 meter (3.1)
dimana I adalah puncak arus petir sambaran
pertama dalam kA
Model “Elektro-geometri” dengan
memperhatikan besarnya jarak sambar hB merupakan dasar yang digunakan untuk
menentukan daerah lindung susunan dasar finial penangkal petir. Adapun sudut
lindung suatu finial tegak diperlihatkan oleh gambar 3.1 dengan besar sudut
lindung j sebesar :
j = arc sin (1 - h/hb ) dalam [0] (3.2)
Susunan finial penangkal petir dapat berupa
finial batang tegak; susunan finial mendatar dan finial-finial lain dengan
memanfaatkan benda logam yang terpasang di atas bangunan seperti atap logam,
menara logam dan lain-lain. Tingkat perlindungan yang diinginkan menentukan
susunan dan jumlah finial, dimensi dan jenis bahan finial serta konstruksinya
dan semua ini secara besaran arus petir ditentukan oleh tingginya arus puncak
petir (I) dan muatan arus petir (Q).
Contoh menghitung menara dengan Finial
Franklin
Berdasar sudut lindungnya, arus sambaran
petir yang akan mengenai menara dapat dibatasi sampai sekitar 100 kA dan
perhitungan sudut lindung diperoleh dengan :
hB = 6,7(100)0,8 meter
= 266,73 meter
dan dengan ketinggian tower (h) setinggi 32
m, maka akan diperoleh sudut lindung sebesar :
j = arc sin (1 - 32/266.73 ) 0
= 620
Pentanahan tower dapat dibuat terpisah
sendiri, dengan sistem pentanahan yang baik, atau digabung dengan pentanahan
mesh dari sistem.
3.1.2 Konduktor Penyalur Arus Petir ( Down
Conductor )
Arus sambaran petir yang mengenai finial
atau tangki harus secara cepat dialirkan ke tanah dengan pengadaan sistem
penyaluran arus petir melalui jalan terpendek dengan tanpa menimbulkan
percikan busur listrik. Dimensi atau luas penampang, jumlah dan route
penghantar ditentukan oleh kuadrat arus impuls sesuai dengan tingkat
perlindungan yang ditentukan serta tingginya arus puncak petir. Demikian pula
pengaliran arus petir harus dihindarkan terjadinya beda potensial yang tinggi
yang dapat menimbulkan loncatan listrik sebagai gambaran dari bahaya yang
dapat timbul dalam hal ini sebagai berikut :
Jika terjadi sambaran pada ujung paling atas
dari antena, sedangkan antena tersebut terisolasi dari rangka tower/menara,
maka akan terjadi pembangkitan tegangan yang sangat berbahaya terhadap
peralatan tersebut. Misalkan panjang antena sekitar 5 m, sambaran arus petir
misalkan sebesar 40 kA (8/50 ms), dan besar induktansi antena sekitar 1
mH/meter, dapat dihitung besarnya tegangan yang dibangkitkan oleh sambaran petir
di atas tangki (UWS), dari :
L = 5 mH
dI/dt = 40 kA / 8ms = 5 kA / ms
diperoleh :
UWS = L dI/dt = 25 kV.
3.1.3 Sistem Pentanahan
Kemampuan tangki dalam membuang arus
sambaran petir ke tanah ditentukan oleh nilai tahanan pentanahan (ohm) yang
menentukan tinggi rendahnya potensial yang terjadi pada tangki. Semakin kecil
nilai tahanannya akan semakin rendah potensial atau tegangan yang terjadi
pada tangki. Besar kecilnya tahanan pentanahan antara lain ditentukan oleh
tahanan jenis tanah (rE ) serta lebar permukaan konduktor pentanahan. Di
bawah ini diberikan tabel mengenai besarnya tahanan jenis tanah.
Tabel 3.1. Tahanan Jenis Tanah
Jenis Tanah rE (Wm)
Humus basah 30
Pasir basah 200
Tanah kering 1000
Berbatu-batu 3000
Besarnya tahanan pentanahan ditentukan oleh
panjang konduktor pentanahan (l), jari-jari batang pentanahan (r), dan
tahanan jenis tanah (rE), yaitu :
Rst » . ln
Saat ini telah dikembangkan teknik
pentanahan dengan menggunakan butiran-butiran konduktif yang ditanam dalam
tanah. Dengan teknik ini besarnya tahanan pentanahan dapat diperkecil lagi.
Namun teknologi ini masih cukup mahal. Oleh karena itu pemakaian batang
pentanahan tembaga (grounding rod) masih mencukupi untuk digunakan pada areal
tangki timbun. Semakin banyak pemakaian batang pentanahan akan memperkecil
tahanan pentanahan
Pada dasarnya suatu sistem pentanahan adalah
dibuat sedemikian rupa sehingga diperoleh kesamaan potensial yang tidak
menimbulkan bahaya loncat listrik akibat beda potensial yang besar. Yang
penting di sini adalah upaya penyamaan potensial dan bukannya tinggi
rendahnya tahanan pentanahan saja. Memang diinginkan suatu sistem pentanahan
dengan nilai tahanan pentanahan yang terendah, karena dengan demikian
potensial yang terjadi tidak tinggi dan beda potensialnya juga rendah.
3.2 Penangkal Petir Internal
Dalam penangkal petir internal antara lain
dilakukan dengan pemasangan potential equalizing bar (PEB) atau juga disebut
equipotential bonding (EB) dan peralatan penangkal tegangan lebih seperti
arrester, trafo atau filter.
3.2.1 Equipotential Bonding (EB)
Penyamaan potensial listrik adalah suatu
usaha yang sangat penting untuk mengurangi bahaya kebakaran atau ledakan
dalam lokasi yang diproteksi. Penyamaan potensial listrik ini dapat dilakukan
antara lain dengan konduktor bonding pada struktur yang terbuat dari logam,
instalasi dari bahan logam, bagian-bagian konduktif yang lain dan instalasi
elektrik dan telekomunikasi dalam lokasi yang diproteksi. Suatu sistem
penangkal petir adalah integrasi dari penangkal eksternal dengan penangkal
petir internal. Suatu sistem penangkal petir internal terdiri dari sistem
pentanahan internal (internal grounding) yang menggabungkan PEB (Potential
Equalizing Bar) yang merupakan referensi pentanahan dan sistem arrester tegangan
dan arrester arus.
Konsep dasar sistem penangkal petir internal
adalah upaya pengamanan potensial di semua titik pada saat terjadi sambaran
petir. Titik-titik yang disamakan potensialnya adalah titik-titik pentanahan,
saluran daya listrik (electrical power supply), saluran telekomunikasi,
instrumentasi, kontrol dan lainnya.
Penyamaan potensial di titik pentanahan
adalah dengan pengadaan internal grounding yang menghubungkan PEB-PEB yang
ada, dengan penerapan “One Point Earthing” atau “Multi Point Earthing”
seperti disarankan dalam IEC-Giude Line. Untuk kemudahan operasi dan
pengembangan di sini disarankan konsep “One Point Earthing” dengan satu
saluran penghubungan internal grounding ke eksternal grounding.
Penyamaan potensial pada saluran daya listrik
digunakan peralatan proteksi tegangan lebih (arrester tegangan) dan arrester
arus, dan penyamaan potensial pada saluran komunikasi, instrumentasi dan
kontrol digunakan arrester yang sesuai.
3.2.2 Proteksi Tegangan Lebih
Untuk mendapatkan optimalisasi ekonomis
dalam penerapan sistem penangkal internal, maka tidak semua panel peralatan
listrik diberi peralatan proteksi tegangan lebih (arrester). Peletakannya
diupayakan seefektif mungkin dengan penerapan dikembangkan konsep zoning
proteksi.
Konsep zoning proteksi membagi cakupan yang
akan diproteksi dalam zone-zone proteksi, yang dibentuk oleh dinding
bangunan, ruangan-ruangan dan peralatan-peralatan dengan permukaan dari logam
seperti bangunan logam. Diawali dari sisi luarnya (zone proteksi 0), dimana sambaran
petir langsung atau kenaikan medan elektromagnetik yang tinggi dapat terjadi,
zone-zone proteksi yang berikutnya sesuai dengan penurunan level resiko
gangguan akibat sambaran petir maupun induksinya. Instalasi-instalasi
elektronik yang terproteksi oleh konsep ini dapat terus beroperasi tanpa
gangguan dalam suatu lingkungan medan elektromagnetik yang terpengaruh oleh
sambaran petir langsung dan lokal.
LPZ 0A : sambaran petir langsung &
terjadi medan elektromagnet yang tinggi
LPZ 0B : tidak ada sambaran langsung tapi
medan elektromagnet tinggi
LPZ 1 : tanpa sambaran langsung, medan
elektromagnet lemah
LPZ 2 : daerah dengan medan elektromagnet
yang lemah
LPZ 3 : area proteksi di dalam peralatan
Suatu Suatu saluran baik saluran daya
listrik, telekomunikasi, dan lain-lain yang melalui perubahan zoning proteksi
petir harus dilengkapi dengan peralatan arrester proteksi tegangan lebih.
1. Penangkal petir untuk interface Zone 0A/1
: Penyama potensial berupa bonding bar diimplementasikan pada penangkal petir
interface Zone 0A/1 dengan menggabungkan semua bagian dalam sistem pipa. Pada
interface zone, semua jenis arrester yang dapat digunakan adalah seperti yang
disebut berikut ini, atau dapat digunakan arrester lain yang sejenis dan
setingkat dengannya :
a) Pada panel utama distribusi listrik :
arrester arus dengan kombinasi arrester tegangan yang dihubungkan dengan
suatu induktansi dipasang untuk bahaya petir tingkat 10/350 ms atau cukup
dengan arrester tegangan untuk bahaya petir tingkat 8/20 ms. Untuk peletakkan
arrester di depan genset atau panel induk utama perlu dilengkapi dengan
NH-Fuse. Pulse Counter dapat dipasang antara arrester dengan pentanahan untuk
menentukan ada tidaknya sambaran petir yang mengenai instalasi;
b) Pada panel utama distribusi
telekomunikasi perlu dipasang arrester tegangan lebih seperti tipe coarse
arrester atau Fine Arrester lengkap dengan dudukan LSA-Plus dan Earth-Plate;
c) Pada jaringan informasi dipakai arrester
arus petir fine arrester dengan konektor yang sesuai;
d) Pada HTP yang terhubung ke sistem kabel
broad band dipakai arrester yang sesuai;
e) Pada kabel antene coaxial dipasang
arreter coaxial tipe N, U, atau BNC.
2. Penangkal petir untuk interface Zone 0B/1
dan 1/2 : Pada interface ini dipakai arrester tegangan lebih untuk
meminimalkan pengaruh dari induksi medan elektromagnetik yang tinggi, antara
lain :
¨ Pada panel distribusi listrik dipasang
arrester tegangan;
¨ Pada panel distribusi telekomunikasi
dipasang Coarse arrester atau fine arrester;
¨ Pada PLC dapat dipasang arrester jenis
Fine Arrester Cascade.
3. Penangkal petir untuk interface Zone 2/3
: Pada peralatannya sendiri perlu dipasang penangkal tegangan lebih yang
lebih halus, antara lain :
¨ Pada komputer PC : untuk sumber
tegangannya dipasang arrester stop kontak, pada harddisk-nya dipasang
DSM-RJ45 10 base T, atau disesuaikan connectornya.
¨ Pada Server : untuk sumber tegangan
dipasang stop kontak arrester, sedangkan pada kabel data dipasang coaxial
arrester dengan connector tipe U, N, atau BNC & Twinax.
¨ Pada Facsimile : untuk catu daya dipasang
arrester stop kontak FAX-Protector.
Untuk memotong gelombang terpa tegangan
lebih yang sangat curam akibat sambaran petir, yang tidak mampu dipotong oleh
arrester, dapat digunakan isolating transformer. Trafo yang dipasang adalah
trafo 1:1, dan karakteristik trafo yang dimanfaatkan adalah induktansinya.
Kemudian pada terminal primernya baru dipasangkan arrester. Trafo ini perlu
untuk dipasang pada kabel daya untuk lampu menara yang berkemungkinan tersambar
petir secara langsung atau tidak langsung.
Untuk peralatan yang sampai ke field, saat
ini telah dikembangkan teknik Intrinsicaly Safe (IS). IS merupakan suatu
teknik dalam instrumentasi elektronik dengan pembatasan energi elektrik
sampai pada tingkat yang tidak membahayakan kondisi field yang flammeable.
Aplikasi IS untuk instrumentasi berkembang dengan cepat karena perkembangan
shunt-diode safety barrier. Ini adalah peralatan self-contained, yang dapat
dihubungkan secara seri dengan kabel signal antara ruang kontrol dengan
lokasi eksplosif (field), dan akan melewatkan signal pengukuran dan kontrol
tanpa pengaruh yang berarti, dengan membatasi energi yang dapat disalurkan
saat kondisi kegagalannya ke tingkat yang aman. Dengan bergantung pada
sekering khusus, komponen pembatas tegangan semikonduktor yang baru yaitu
dioda Zener, dan resistor seri dimana tidak akan terjadi hubung singkat yang
bisa mengakibatkan kebakaran di areal yang flammeable.
EMPAT KESIMPULAN
§ Petir merupakan gejala alam yang kejadiannya
tidak dapat dihindarkan ataupun dicegah
• Upaya penanggulangan sambaran petir pada
peralatan listrik dan elektronik harus dilakukan dengan sistem yang
terintegrasi, yaitu penangkal petir eksternal dan penangkal petir internal
REFERENSI
1. Direktorat PPDN, “Petunjuk praktis
perancangan, pemasangan, dan pemeliharaan system penangkal petir instalasi
tangki timbun BBM”.
2. NFPA 780 Lightning Protection Code
3. IEC 1024 - 1990
4. Martin A Uman, “Lightning”, Dover
Publication,Inc, New York, 1984
|
|||||||||||||||||||||||||||
Tidak ada komentar:
Posting Komentar